Direktur Komisi Pengawas (Komwas) Advokat Indonesia Timbang Pangaribuan
tak terima dengan pernyataan Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional
Perhimpunan Advokat Indonesia (DPN PERADI) Otto Hasibuan yang menyebut
putusan Komisi Pengawas yang memeriksa dugaan pelanggaran Bambang
Widjajanto (BW) cacat.
Dalam rilisnya, Otto memaparkan terdapat enam butir
masalah yang menyebabkan putusan Komwas cacat dan tidak sah, serta
tidak dapat mengikat pihak ketiga termasuk Polri. Butir pertama
permasalahan yang disebutkan dalam rilis yang hukumonline terima adalah soal ketidaktahuan DPN PERADI atas adanya keputusan tersebut.
Tidak tahunya DPN PERADI soal putusan ini justru berbalik menjadi satu
bumerang bagi Otto. “Loh kenapa ngga tau? Emang dia ngga baca? Pertama
dia buat rilis itu. Dia ngga pernah baca. Kalau dia baca, dia ngga akan
keluarkan statement itu,” ujar Timbang, Selasa (27/5).
Padahal, sebut Timbang, ia telah mengirimkan salinan putusan dengan
nomer register perkara No. 025/Komwas/PERADI/2015 tersebut kepada Otto.
Selain karena alasan ketidaktahuan, DPN PERADI juga mengemukakan lima
alasan lainnya yaitu Komwas tidak berwenang menyatakan bersalah atau
tidaknya seorang terperiksa sebab yang berwenang adalah Dewan Kehormatan
PERADI. Komwas hanya berwenang mengeluarkan rekomendasi yang nantinya
ditentukan oleh DPN PERADI akan diteruskan ke Dewan Kehormatan atau
tidak.
Otto juga memaparkan bahwa pemeriksaan yang dilakukan oleh Komwas tidak
dimaksudkan untuk mempengaruhi penyidikan oleh penegak hukum.
Berikutnya rekomendasi Komwas seharusnya bersifat rahasia dan tidak
boleh dipublikasikan, dan surat rekomendasi Komwas seharusnya
ditandatangani oleh ketua dan sekretaris, sedangkan surat rekomendasi
terkait BW tidak ada tanda tangan sekretaris.
Dari apa yang dipaparkan Otto, Timbang tak segan-segan menuduh tindakan
Otto karena dilatarbelakangi oleh satu tujuan tertentu. “Kenapa otto
mengatakan sedemikian rupa? Nah itu ada politiknya. Dia yang berpolitik.
Kita tidak berpolitik. Otto itu berpolitik, saya tahu. Tapi kita
(Komwas) tidak terlibat di situ,” tukasnya.
Pasalnya, sebut Timbang, mempertanyakan mengapa hanya dalam kasus BW
yang diperlakukan seperi ini. Apalagi, mempersoalkan kerahasiaan
putusan. Padahal, Timbang menyampaikan sudah banyak statement hasil
putusan sidang pleno Komwas yang diberikan ke media sebelumnya. Apalagi,
sebagai satu lembaga negara, sudah sepatutnya Komwas bersifat
transparan atas hasil putusannya.
“Kecuali kita menjalankan tugas kita sebagai advokat. apa yang menjadi kepentingan klien kita itu baru lah rahasia,” tukasnya.
“Politiknya si Otto ini sudah kebaca. Dia ngga dapat izin keramaian
melaksanakan Munas di Pekanbaru. Dibuatlah politik ini. Itu juga
permintaan dari pejabat negara. Saya ngga perlu sebut-lah namanya,” ujar
Timbang yang terdengar agak emosional dari ujung telepon.
Urusan Dewan Kehormatan
Otto menyebutkan yang berhak memutus bersalah atau tidak bersalahnya
seorang terperiksa adalah Dewan Kehormatan. Timbang pun tak
menyangkalnya. Ia membenarkan hal tersebut.
Namun, yang terjadi dalam pemeriksaan BW, disampaikan oleh Timbang,
tidak ada bukti-bukti yang kuat untuk menyatakan bahwa BW telah
melakukan satu pelanggaran kode etik.
Putusan Komwas secara lengkap berbunyi:
Bahwa setelah mendengar penjelasan panel, komisi pengawas advokat
dan pendapat-pendapat dalam pleno disimpulkan bahwa sampai sekarang
berdasrakna fakta dan bukti dari keterangan pengadu dan dua orang saksi
belum ditemukan adanya dugaan pelanggaran kode etik, maka sidang pleno
Komisi Pengawas Advokat Indonesia pada hari Senin tanggal 27 April
memutuskan:
1. Menyatakan pengaduan H. Sugianto Sabran dan Eko tidak dapat diterima;
2. Menyatakan tidak cukup fakta dan bukti untuk dilimpahkan ke Dewan Kehormatan.
“Dari amar putusan tersebut, logikanya memang garis besarnya, dalam
kurungnya, ‘BW tidak terbukti melakukan pelanggaran kode etik’. Jadi ya
bisa kita sebut tidak bersalah. Apa kami harus membuat dia bersalah? Itu
maunya ketua umum? Itu sudah salah. Itu berdosa. Berarti kami tuh sudah
melanggar sumpah. BW itu ngga bersalah,” tutur pria yang tercatat
sebagai Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) DPN PERADI versi Juniver Girsang ini.
Dihubungi terpisah, Ketua Umum DPN PERADI Otto Hasibuan menilai tuduhan
Timbang bahwa dirinya “bermain politik” menagda-ada. “Apa ada
kaitannya? Kita izin munas sudah dapat. Kita udah ada izin dari Polda
sana udah dapat. Lagipula apa kaitannya dengan ini? Nggak ada kaitan,”
ujarnya, Kamis (28/5).
Ini kan Komwas kan. Apa kaitannya dengan ini? Nggak nyambung, menurut saya,” tambahnya.
Otto menegaskan bahwa DPN PERADI hanya ingin menegakan hukum tanpa
pernah berpikir untuk siapa-siapa. Jadi, tuduhan adanya “permainan
politik” agar mendapat izin untuk menggelar munas jauh panggang dari
apa. “Jauh banget. Nggak ada kaitannya,” tegas Otto lagi.
Lebih lanjut, Otto tetap mempersoalkan putusan Komwas itu karena
dihasilkan tanpa rapat pleno. Apalagi, lanjutnya, Timbang mengakui bahwa
memang tidak ada rapat pleno atas putusan itu. “Jadi, yang paling
berbahaya di sini adalah di dalam surat yang ditandatangani oleh Denny
Kailimang disebutkan di situ ‘setelah mendengarkan pendapat dari pleno’,
padahal pleno itu nggak ada,”
0 komentar:
Posting Komentar